Selama beberapa dekade, kanker prostat masih menjadi ancaman diam-diam, terutama bagi pria kulit hitam yang menghadapi tingkat diagnosis dan kematian yang jauh lebih tinggi. Meskipun merupakan kanker yang paling sering didiagnosis di Inggris, tidak ada program skrining nasional, sehingga banyak orang berisiko terdeteksi pada stadium akhir dan mengurangi kelangsungan hidup. Perdebatan mengenai apakah akan menerapkan skrining yang ditargetkan untuk kelompok berisiko tinggi, termasuk laki-laki kulit hitam, kini berada pada titik kritis, dengan Komite Skrining Nasional (NSC) Inggris yang siap mengambil keputusan yang dapat menyelamatkan nyawa.
Disparitas: Mengapa Pria Kulit Hitam Memiliki Risiko Lebih Besar
Laki-laki kulit hitam didiagnosis mengidap kanker prostat hampir dua kali lipat dibandingkan laki-laki kulit putih, dan angka kematian mereka jauh lebih tinggi. Ini bukan sekadar masalah genetika; kesenjangan sistemik dalam akses layanan kesehatan, kesadaran, dan deteksi dini memainkan peran penting. Bahkan di daerah makmur, angka kematian laki-laki kulit hitam akibat kanker prostat lebih tinggi dibandingkan laki-laki kulit putih di daerah miskin, hal ini menunjukkan betapa besarnya kesenjangan yang ada.
“Membiarkan pemeriksaan dilakukan secara kebetulan akan memperkuat kesenjangan ini dan memicu lotere kode pos yang fatal,” kata Keith Morgan, direktur asosiasi ekuitas kesehatan kulit hitam di Prostate Cancer UK. Sistem yang ada saat ini bergantung pada laki-laki untuk secara proaktif meminta tes PSA, sebuah hambatan yang tidak disadari atau tidak dapat diatasi oleh banyak orang.
Kasus Pemutaran Bertarget
Para ahli berpendapat bahwa program skrining yang ditargetkan untuk kelompok berisiko tinggi, dimulai dengan laki-laki kulit hitam berusia 45 hingga 69 tahun, tidak hanya masuk akal secara etis tetapi juga hemat biaya. Penelitian menunjukkan bahwa deteksi dini melalui tes PSA dapat secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan mengurangi beban keseluruhan pada sistem layanan kesehatan.
“Yang jelas adalah kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi begitu saja pada orang kulit hitam,” Morgan menekankan. Jika NSC menolak merekomendasikan pemeriksaan, pemerintah harus bertindak cepat untuk mendanai kampanye kesadaran dan memperbarui pedoman yang sudah ketinggalan zaman untuk mendorong pengujian proaktif di antara populasi berisiko tinggi.
Perdebatan: Overdiagnosis dan Keturunan
Meskipun terdapat bukti yang meyakinkan, beberapa peneliti memperingatkan terhadap skrining yang meluas, dengan alasan kekhawatiran tentang diagnosis yang berlebihan dan potensi pengobatan yang tidak perlu. Naser Turabi, direktur bukti dan implementasi di Cancer Research UK, menunjukkan bahwa pria kulit hitam secara alami memiliki tingkat PSA yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan hasil positif palsu dan biopsi yang tidak perlu.
“Ada banyak bukti yang bertentangan,” kata Turabi. Dia juga mengangkat isu pengkategorian “Kulit Hitam” sebagai kelompok sosial dan bukan kelompok genetik, dengan memperhatikan bahwa faktor risiko genetik dapat sangat bervariasi dalam suatu populasi.
Uji Coba Transformasi: Mengisi Kesenjangan Data
Untuk mengatasi kurangnya data yang kuat, Prostate Cancer UK memimpin uji coba Transform senilai £42 juta, sebuah studi selama 20 tahun yang dirancang untuk mengidentifikasi metode skrining terbaik. Khususnya, uji coba ini bertujuan untuk menyertakan 10% laki-laki kulit hitam, representasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya.
“Itulah mengapa kami bertujuan untuk melibatkan banyak pria kulit hitam dalam penelitian kami, karena kami benar-benar membutuhkan bukti tersebut,” kata Rhian Gabe, salah satu pemimpin uji coba tersebut. Hasilnya dapat memberikan jawaban pasti mengenai efektivitas skrining yang ditargetkan.
Sentimen Masyarakat yang Berubah
Terlepas dari keputusan NSC, pembicaraan seputar skrining kanker prostat telah berubah. Para ahli sepakat bahwa tekanan masyarakat dan meningkatnya kesadaran akan kesenjangan kesehatan harus dipertimbangkan.
“Saya pikir perasaan masyarakat terhadap subjek ini perlu diperhitungkan,” kata Harveer Dev, seorang akademisi urolog. Permintaan terhadap layanan kesehatan yang adil semakin meningkat, dan para pembuat kebijakan tidak dapat mengabaikan kebutuhan mendesak akan tindakan.
Kesimpulan: Perdebatan mengenai skrining kanker prostat untuk pria kulit hitam bukan hanya perdebatan ilmiah; itu adalah keharusan moral. Meskipun kekhawatiran mengenai diagnosis yang berlebihan masih ada, namun beban penyakit yang tidak proporsional pada komunitas ini memerlukan pendekatan proaktif. Skrining yang ditargetkan, ditambah dengan penelitian yang kuat dan akses yang adil terhadap perawatan, adalah cara paling efektif untuk mengurangi angka kematian dan memastikan bahwa laki-laki kulit hitam menerima peluang penyelamatan jiwa yang sama seperti orang lain.

























